UPAYAKAN DIGITALISASI NASKAH KUNO, Di Kebumen diperkirakan
masih memiliki beberapa manuskrip
(naskah kuno) yang tersebar di berbagai pelosok. Keberadaan naskah tersebut
sampai sekarang diperkirakan masih dikoleksi secara pribadi atau disimpan oleh
instansi pemerintah. Penulisan naskah kuno, ada yang menggunakan aksara Jawa carik ada pula
yang menggunakan aksara Pegon.
Ketua Pawiyatan
Kebumenan Pekik Sat Siswonirmolo bersama ketua tim riset dari Pawiyatan
Kebumenan Agus Budiono,SS, menyatakan telah berhasil menemukan salah satu
naskah kuno tersebut, meskipun dalam kondisi yang sudah
sangat memprihatinkan, lusuh dan tercerai berai dimakan ngengat.
Selanjutnya Tim
Pawiyatan Kebumenan mengupayakan upaya digitalisasi naskah. Langkah tersebut
bertujuan untuk memelihara dan menjaga
kondisi manuskrip yang berumur ratusan tahun tersebut.
Agus Budiono,SS, ketua
tim riset dari Pawiyatan Kebumenan mengatakan;
” Inventarisasi,
transliterasi serta digitalisasi naskah kuno, tentunya merupakan langkah yang sangat
mendesak untuk dilakukan. Tujuannya adalah
untuk penyelamatan naskah kuno yang ada.
Sebab, naskah yang ada di masyarakat pada umumnya kurang terawat, sehingga
mudah rusak, hilang, bila terkena hujan atau dimakan ngengat.” Agus mengingatkan, pada tahun 1475 M di
Kebumen telah berdiri pondok pesantren yang diyakini tertua di Jawa Tengah ,
sehingga sangat dimungkinkan pelbagai manuskrip, kitab-kitab kuno serta risalah
sejarah tersimpan disana,.
"Proses
digitalisasi tersebut diperkirakan akan memakan waktu lama, karena selain
proses digitalisasi, juga akan dilakukan transliterasi atau alih aksara dari
huruf Jawa ke huruf Latin agar semua
orang bisa memahami isinya," kata Agus.
Menurutnya,
naskah-naskah tersebut sangat penting, karena memuat tentang sejarah penting Kebumen
di masa lalu. Namun pada saat ini terancam punah karena generasi sekarang sudah
mengabaikannya, terlebih setelah memasuki era teknologi dan informasi.
Saat
ini satu naskah kuno yang telah berhasil dilakukan digitalisasi dan alih aksara
oleh Tim Pawiyatan adalah naskah Babad Arungbinang yang merupakan koleksi
pribadi Agus Budiono, naskah kuno yang ditulis oleh R. Ng. Yasadipura I (lahir:
1729
– wafat: 1802)
di Surakarta tersebut kini kondisi naskahnya sudah demikian memprihatinkan
sebagian sudah hancur dimakan usia. Beruntung tim Pawiyatan telah berhasil
melakukan penyelamatan terhadap naskah yang sangat tua tersebut. Naskah yang
menceritakan tentang kondisi setelah meninggalnya Sultan Agung Hanyakrakusuma
yang kemudian digantikan oleh Amangkurat Agung sampai kemudian menyebabkan
Pangeran Bumidirja pergi meninggalkan kerajaan dan tinggal di Kebumen hingga
menceritakan situasi perang Jawa antara pihak Surakarta/Pakubuwana melawan
Pangeran Mangkubumi di daerah Bagelen yang dipimpin oleh Tumenggung Hanggawangsa
atau Tumenggung Arungbinang.
Biaya mendigitalisasikan satu naskah
babad pun ternyata tidak murah.
Agus
yang memiliki kemampuan cara membaca aksara Jawa carik itupun menambahkan,
untuk digitalisasi satu halaman naskah bisa menghabiskan biaya sekitar Rp 25
ribu dengan rincian, biaya pemotretan Rp 5 ribu, alih aksara Rp 20 ribu.
"Biaya tersebut bisa bertambah lagi jika dilakukan penerjemahan ke dalam
Bahasa Indonesia, dan kalau satu halaman naskah itu kemudian menjadi beberapa halaman
folio saat dialihaksarakan (penggantian huruf jawa ke latin). Bisa dibayangkan
berapa biaya yang harus dikeluarkan untuk
diigitalisasi satu naskah berhalaman tebal seperti naskah Babad Arungbinang ini
. Yang walaupun dalam kondisi tidak lengkap/ sebagian hancur, terdiri dari 518
halaman,"katanya
Ia
mengeluhkan tidak adanya donator yang mau membantu melakukan pekerjaan tersebut,
selama ini masih menggunakan dana pribadi dari para anggota Tim Pawiyatan
untuk melancarkan semua kegiatan. Padahal
naskah-naskah kuno itu sangat penting terutama dari segi pengetahuan yang ada
di dalamnya.
"Susah
sekali melestarikan naskah jika tidak ada suport dari pemerintah, apalagi jika
tidak bisa memberikan pendapatan apa apa untuk mereka. Bagaimana
pengetahuan bisa ditransfer ke generasi penerus jika naskah rusak karena tidak
ada dana untuk merawat " keluh Agus.
Apabila
diantara masyarakat Kebumen ada yang
mengetahui keberadaan, atau menyimpan naskah kuno, dan mengalami kesulitan
memahami isinya, diharapkan untuk menghubungi Pawiyatan Kebumenan. Maka
Pawiyatan akan membantu menterjemahkannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar