Rabu, 06 September 2017

SMA 1 GOMBONG PENTASKAN WAYANG DENGAN 15 DALANG



SMA Negeri Gombong pada hari Sabtu(12/8) menggelar acara spektakuler, Pagelaran wayang kulit dengan 15 orang dalang. Dari ke 15 dalang tersebut terdiri dari 2 orang guru, 7 orang siswa putra dan 6 orang siswa putri.
Menurut Kepala SMA Gombong Budi Riyanto, S,Pd Pagelaran wayang tersebut dalam rangkaian peringatan hari ulang tahun SMA Gombong yang ke 54, yang jatuh pada tanggal 16 Agustus nanti. Pagelaran sejenis selalu diselenggarakan setiap tahun.” Apresiasi pagelaran wayang kulit sehari penuh ini adalah yang ke 8,  dengan lakon Mutiara Kesaput Lebu  karangan Surawan pelatih wayang dan karawitan SMA Negeri 1 Gombong, disaksikan oleh 650 anak siswa kelas X dan kelas XI. Pagelaran Wayang sebagai upaya sekolah menjadi penjaga gawang untuk nguri uri kebudayaan jawa, harapanya Siswa-Siswi SMA Negeri Gombong, mampu menjadi penerus sebagai penjaga gawang untuk nguri-uri Kebudayaan Jawa”.
Budi Riyanto, S,Pd  menambahkan, pada saat adegan Limbukan diselingan tari kreasi Tari Tumandang, dengan 12 siswi penari, dan Orkestra Musik.
Hadir pada pagelaran tersebut Ketua Umum DKD Kebumen Pekik Sat Siswonirmolo, Ketua Komite SMA Neg.1 Gombong, Muspika kec. Gombong, Kepala-Kepala SMP di sekitar Gombong dan Perwakilan Siswa SMP di sekitar Gombong. 
Ketua Komite SMA Negeri 1 Gombong, Gunawan menyatakan dukungannya terhadap kegiatan tersebut, dengan selalu menganggarkan dana Komite untuk penyelenggaraan kegiatan pagelaran disetiap tahunnya.
Ketua DKD Kebumen memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas penyelenggaraan pagelaran wayang tersebut. Pagelaran tersebut  menjadi bukti bahwa SMA Negri 1 Gombong memiliki kepedulian yang tinggi terhadap pendidikan pengembangan dan pelestarian seni dan budaya pada umumnya, dan seni dan budaya jawa pada khususnya, kepada peserta didiknya.
Menurut pelatih dalang dan karawitan di SMA Negeri 1 Gombong, Surawan, Pagelaran wayang dilaksanakan dari pukul 08.00 dan akan berakhir pada pukul 17.00 WIB. Pagelaran tersebut didukung oleh 15 dalang, yang terdiri dari 2 orang guru, Charli Hariyadi dan Winarmoyo, ditambah 13 dalang siswa siswi SMA Negeri 1 Gombong, dengan 18 anak penabuh gamelan dan 22 anak swarawati. Pada pra acara pagelaran diisi dengan Panembromo yang diikuti oleh 140 anak.

SOSIODRAMA KOLOSAL MENGENANG PERISTIWA CANONADE CANDI KARANGANYAR KEBUMEN



Ada nuansa yang berbeda pada upacara HUT RI Ke 72 di Alun-alun Kebumen (17/8) kemaren. Pada upacara tersebut tidak hanya sekedar menggelar upacara sebagaimana biasa pada setiap peringatan HUT RIdi tahun tahun sebelumnya. Namun ada penampilan sosiodrama yang mengisahkan peristiwa Canonade di desa Candi Karanganyar pada Agresi Belanda 70 tahun yang lalu.
Pada sosiodrama yang diprakarsai oleh Kodim 0709 Kebumen dengan Dinas Pendidikan dan Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen tersebut, melibatkan sekitar 30 orang personil TNI dan Sipil TNI, bersama 25 orang warga masyarakat Karangsari Sruweng dan dibantu 48 siswa siswi dari SMA Negeri 2 Kebumen, SMA Negeri 1 Karanganyar dan SMK Batik Sakti 1 Kebumen. 1 Karanganyar. Untuk penyutradaannya dikoordinir oleh BE Susilohadi S.Pd, dibantu Putut Ahmad Su’adi S.Hum dan Pekik Sat Siswonirmolo dari Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen.
Pementasan sosiodrama digambarkan suasana pada Minggu Wage 19 Oktober 1947, sekitar pukul 08.00 Wib keramaian pasar Candi pagi itu sekonyong-konyong dikejutkan oleh datangnya pesawat Capung musuh yang melakukan pengintain sambil memberikan sinar kode dan menjatuhkan beberapa bom kemudian disusul dentuman peluru meriam pertama yang jatuh di dekat pasar Candi. Pesawat juga dipandu oleh mata-mata Belanda yang berada di dukuh Legok dengan memantulkan cermin ke atas sebagai kode lokasi keberadaan Candi.
Sebagai tembakan pendahuluan Belanda adalah ke arah Selatan Sugihwaras, kemudian, menjatuhkan beberapa bom sebagai pemandu arah sasaran pelaksanaan canonade yang dilakukan dari dua lokasi yakni Kenteng dan Ragadana.
Warga masyarakat di pasar Candi kocar-kacir. Tembakan meriam dari Gombong semakin gencar bagai hujan peluru. Setelah  tembakan mereda. Penduduk Candi dan sekitarnya bergegas untuk mengungsi, namun tidak lama kemudian peluru Kanon kembali berjatuhan di desa Candi yang meliputi dukuh Pasar Candi, Cengkoreh, Sigedong, Serang, Kandangan, Legok, Gemiwang, Kepel, Plarangan dan Pucung. Kanonade Candi baru berhenti sekitar pukul 13.00 Wib. Jumlah peluru yang ditembakkan lebih – kurang 600 butir.
Warga selamat baik yang tadinya telah berlindung di gua Sigedong maupun yang berada di rumah masing – masing mengungsi ke daerah daerah yang aman di Somawangsa Karanggayam, Pandansari Sruweng dan sekitarnya.. Korban luka mengungsi ke rumah sakit kebumen untuk meminta pertolongan. Semua berjalan kaki menyelamatkan diri. Korban parah setelah sampai di rumah sakit Kebumen dilarikan ke rumah sakit Yogyakarta menggunakan kereta api.
Jumlah korban meninggal yang terdata 786 orang, mayat-mayat bergelimpangan dimana-mana, di rel kereta api, dipasar dan di sungai. Mata-mata Belanda pada akhirnya tewas, dengan kondisi kepala yang terpenggal, mayatnya dihanyutkan warga di sungai yang sedang banjir. Maka keadaan pun kembali aman.
Dengan pementasan sosiodrama tersebut diharapkan akan memberikan kesadaran pada generasi muda akan arti pentingnya sebuah kemerdekaan suatu bangsa,, yang ditebus dengan penderitaan, darah dan beribu-ribu nyawa. Sehingga akhirnya akan muncul satu tekad untuk mewujudkan semboyan NKRI harga mati.

Ketoprak Dangsak Pentas Kolaborasi Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen



”Reksa Mustika Bumi”
Ketoprak Dangsak Pentas Kolaborasi Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen 
Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen kembali menggelar pentas kolaborasi Ketoprak Dangsak yang mengangkat lakon ”Reksa Mustika Bumi”, di panggung Jateng Fair PRPP Semarang, Senin (29/08) malam. Lakon yang diusung dalam pementasan ketoprak tersebut mengangkat isu nasionalisme, di tengah ancaman krisis kebanggaan generasi muda pada  potensi budaya daerah. Lakon ”Reksa Mustika Bumi” yang naskahnya ditulis oleh Pekik Sat Siswonirmolo membeberkan pertarungan antara kompeni yang  bernafsu menguasai daerah jajahan dengan masyarakat lokal daerah pegunungan atau pareden Kebumen.
Pentas lakon yang disutradarai oleh Pekik Sat Siswonirmolo dan  berdurasi dua jam ini melibatkan sekitar 30 pemain terdiri atas pelaku seni tradisi cepetan dari Desa Watulawang, teater Ego Kebumen, Paguyuban Seni Rasa Kawedar Kebumen, dan beberapa pengurus DKD Kebumen.
Pementasan ini juga didukung iringan gending digawangi oleh Ki Bambang Budiono (DKD) yang juga seorang dalang asal Desa Jatijajar, Ayah dan Ki Sutarjo S.Pd, guru SMP 2 Kutowinangun. Pementasan kesenian ini menggunakan  iringan gamelan dari SMP Taman Dewasa yang dikolaborasikan dengan Bass drum dan perkusi mas Aris, guru SMK Batik Sakti 1 Kebumen. Sejumlah pemain teater terlibat pada pementasan itu, antara lain Putut Ahmad Su’adi, Sahid Elkobar , Nunung (Teater Ego), penari Pipin Damayanti (PNS Guru),Pekik Sat Siswonirmolo (pengurus DKD), Sakum (Roso Kawedar).
Secara umum pentas seni, dari kabupaten berslogan Beriman, yang menggunakan bahasa gado-gado Bahasa Indonesia dan Jawa itu, cukup menggemparkan suasana panggung Jateng Fair 2016 di PRPP Semarang  di tengah minimnya pentas tradisional. Meskipun dalam guyuran hujan, tidak menyurutkan minat, pengunjung PRPP menggunakan payung menyaksikan pementasan. Penampilan Tari Cepetan yang juga disebut Dangsak cukup memukau pengunjung PRPP. Terbukti setelah pementasan banyak penonton yang berebut untuk foto bersama, dan tidak ketinggalan ada 2 orang anggota Polisi yang ikut berfoto dengan meminjam kostum Cepetan. Bahkan seusai pementasan para pemain Kethoprak Dangsak, khususnya penari Cepetan harus menuruti permintaan panitia untuk ikut pawai, diarak mengelilingi area PRPP. menggunakan kereta kelinci.
Kethoprak Dangsak Lakon Reksa Mustika Bumi merupakan produksi ke 4  dari Dewan Kesenian Daerah (DKD) bercerita tentang keteguhan local genius dalam mempertahankan kemerdekaan. Kethoprak Dangsak sendiri merupakan sebuah ijtihad kebudayaan Dewan Kesenian Daerah Kabupaten Kebumen dalam rangka memacu kreatifitas dan semangat kolaborasi bagaimana kesenian khas Kebumen ini dapat lebih diterima oleh khalayak, maka memunculah satu jenis kesenian baru, sebuah pertunjukan kolaboratif kethoprak yang merupakan seni tradisi asli Indonesia modern, dengan berbasis lakon yang dinaskahkan dengan mengambil spirit dan cita rasa Dangsak atau Cepetan Alas yang merupakan potensi seni daerah kabupaten Kebumen.
Kethoprak Dangsak memiliki visi yang sejalan dengan fungsi seni sebagai wujud respon sosial, hingga pada prakteknya naskah-naskah yang dimunculkan diupayakan dapat kontekstual terhadap jiwa jaman dan memiliki sensitifitas tang tinggi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat, sehingga keberadaannya semakin berperan dan memiliki makna.
Lakon Reksa Mustika Bumi ini menarik karena konteksnya terhadap situasi kontemporer. Kasus krisis nasionalisme pada generasi muda merupakan ancaman bagi keutuhan NKRI, sehingga mempertahankan kemerdekaan dengan menjaga persatuan dan kesatuan  melalui pemberdayaan budaya yang berbasis kearifan lokal menjadi tanggung jawab semua warga masyarakat, khususnya generasi muda.
“Kowe kabeh para pemuda ing desa kene nduweni tanggung jawab kang gedhe banget kanggo melu berjuang, mbelani bumi pertiwi. Kompeni aja diadepi nganggo gegaman, awake dewek mesti kasoran. anangin kudu diadepi kanthi cara olah budi daya kang wicaksana. Cepetan utawa Dangsak bisa dadi sarana kanggo ngusir kompeni saka bumi pareden kene. Sarate kowe para pemuda kudu gembleng nyawiji.” Salah satu dialog Ki Rekso (Pekik) pada salah satu adegan.
“Rasa capai selama persiapan dan latihan, lunas terbayar malam ini” kata Putut Ahmad Su’di yang bertindak selaku asisten sutradara, mengungkapkan rasa puasnya seusai menyaksikan pementasan.

MENORENG LANGEN BUDOYO SAMBENG Kesenian Asli Kebumen Yang Terlupakan



Kesenian Menoreng, merupakan salah satu kesenian khas Kebumen, yang keberadaannya pada saat ini sangat meprihatinkan. Beberapa masyarakat Kebumen bahkan sudah tidak mengenalnya. “ Menoreng si apa?”, begitu pertanyaan yang selalu terlontar ketika disebutkan  nama kesenian ini.
Hal tersebut tentu saja bisa dimaklumi lantaran kesenian ini memang sudah jarang ditanggap untuk dipentaskan. Beruntung di dukuh Sambeng, desa Seling kecamatan Karangsambung, masih ada beberapa orang yang masih bertahan mempertahankan kelestarian kesenian ini.
Mereka tergabung dalam grup Kesenian Menoreng Langen Budoyo, pimpinan S. Hadi Wijoyo,  yang beranggotakan sekitar 23 orang pemain, 7 orang penabuh iringan musik, dengan 2 orang dalang Menoreng, Arjo Sumarto dan S. Hadi Wijoyo. Dimana usia para pemain, penabuh iringan musik dan dalangnya termasuk sudah tidak muda lagi, rata-rata diatas 40 tahun hingga 65 tahun. Menurut pimpinan rombongan menoreng Langen Budoyo, S. Hadi Wijoyo, saat sekarang memang jarang ada anak muda di desa, yang mau menjadi pemain menoreng. Kebanyakan dari mereka lebih tertarik menjadi pemain kesenian Ebleg  atau kuda Kepang. Beruntung di SD Negeri Pencil Kecamatan Karangsambung diselenggarakan ekschool Menoreng bagi para siswanya.  Sehingga diharapkan para siswa inilah yang nantinya akan turut melestarikan keberadaan kesenian Menoreng.
Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kebumen melihat kesenian Menoreng merupakan bentuk kesenian yang unik, yang merupakan kesenian khas Kebumen. Hal tersebut dapan dibuktikan dari pengucapan nama kesenian tersebut. Mengucapkan kata Menoreng itu hanya pas diucapkan oleh orang Kebumen yang  mengetahui kesenian tersebut, yaitu ucapan “reng” seperti mengucapkan “reng” pada kata goreng atau mencoreng. Orang-orang yang tidak mengetahui kesenian tersebut pasti menyebutnya keliru.
Keunikan lain dari kesenian Menoreng adalah bentuk pementasannya seperti halnya wayang orang, tetapi pakaian atau kostum yang dikenakan tidak meniru kostum wayang kulit, melainkan meniru kostum wayang golek menak. Cerita yang dibawakan juga bersumber pada cerita babad menak, bukan babad Ramayana atau Mahabarata. Kesenian menoreng ini sangat bernuansa islami. Karena tetabuhan  yang digunakan sebagai musik  pengiringnya terdiri dari kendang, beduk, kecrek dan rebana. Demikian pula syair-syair yang ditembangkan, guga berisi ajaran-ajaran keislaman.
Sebagai upaya melaksanakan tugas dan fungsinya, yaitu memajukan, memelihara dan melestarikan seni dan budaya daerah. Dewan Kesenian Daerah (DKD) Kabupaten Kebumen, Selasa(18/7) lalu, mementaskan Kesenian tradisional asli Kebumen, yang sudah hampir tidak dikenal oleh masyarakat Kebumen sendiri.
Pementasan kesenian tersebut,  diusulkan oleh DKD Kebumen  kepada Dinas Kominfo Kabupaten Kebumen  dalam rangkaian program Diseminasi Informasi Dengan Kemitraan Kesenian Tradisional. Dengan harapan dapat memberi kesempatan pada kesenian Menoreng untuk dapat dikenal oleh masyarakat , dan sebagai upaya DKD untuk mendokumentasikan kesenian tersebut . Kebetulan usulan tersebut ditanggapi positif oleh Kepala Bidang IKP Dinas Kominfo Kebumen Dewi lndri Astuti, SP, MM.
Upaya DKD untuk mementaskan kesenian Menoreng juga mendapat dukungan dari berbagai pihak, diantaranya Kepala Desa Seling Sutarjo, Ketua Grup Menoreng S. Hadi Wijoyo dan juga Kepala SD Negeri Pencil, Warisno, S.Pd, M.Pd. Bahkan Warisno, S.Pd, M.Pd  menyediakan halaman sekolahnya untuk mementaskan Menoreng Langen Budoyo pimpinan S.Hadi Wijaya dari dukuh Sambeng desa Seling kecamatan Karangsambung,
Pementasan Menoreng dengan lakon Lahirnya Imam Suwongso dengan dalang Arjo Sumarto tersebut ternyata mendapat sambutan yang baik dari bapak, ibu guru SD Negeri Pencil, para siswa dan masyarakat. Hal itu  dibuktikan dengan banyaknya bapak dan ibuguru, para siswa dan masyarakat yang menyaksikan, yang tidak hanya dari warga setempat, namun ternyata tidak sedikit pula dari luar desa Seling. Hadir pula pada pementasan tersebut Kepala Desa  Seling Sutarjo, Kepala SD Negeri Seling Warisno, S.Pd, M.Pd, Kepala Bidang IKP Dinas Kominfo Kebumen Dewi lndri Astuti, SP, MM. Kasi Perizinan Dinas PM &PTSP, Nurhayatun, S.ST. MM, dan Ketua DKD Kebumen, Pekik Sat Siswonirmolo.
Menurut Pekik Sat Siswonirmolo kegiatan tersebut  sudah merupakan tugas DKD, dan berharap semoga dengan pementasan ini dapat turut mendukung keberadaan kesenian Menoreng untuk dapat semakin dikenal kembali oleh masyarakat di Kebumen, seperti ketika DKD dulu mengangkat kesenian Cepetan dari Peniron dan Watulawang, kecamatan Pejagoan.
Sementara itu, Kepala desa Seling Sutarjo mengharapkan adanya regenerasi bagi anak2 terhadap berbagai kesenian tradisional yang ada seperti menoreng, lengger, dan jemblung, Kades Sutarjo juga menyampaikan adanya ekstrakurikuler Menoreng di SD Pencil tersebut.

Bangkit Setelah 35 Tahun Mati Suri



Setelah 35 tahun lamanya mati suri, kelompok kesenian Jamjaneng Dukuh Muktisari desa Mulyosri kecamatan Pembun, pada Sabtu malam (8/4) kemarin bangkit kembali. Kebangkitan kembali paguyuban jamjaneng ini ditandai dengan Latihan Bersama yang diselenggarakan di kediaman pribadi Drs. Slamet Sugiharto, M.Pd. warga Dukuh Muktisari desa Mulyosri yang terpilih menjadi ketua paguyuban jamjaneng tersebut.
Acara Latihan Bersama dihadiri oleh Sutijo S.Sy, PJ kepala desa Mulyosri, Ketua BPD desa Mulyosri Hartono, Ketua DKD Kebumen Pekik Sat Siswonirmolo, juga dihadiri puluhan tamu undangan, yang merupakan perwakilan beberapa grup jamjaneng dari kecamatan lain, seperti dari Sidototo kecamatan Padureso, dari Kradenan Ambal, dan dari Bumirejo Kebumen. Pada kesempatan tersebut, Sutijo S.Sy, PJ kepala desa Mulyosri membacakan struktur susunan pengurus baru bagi grup jamjaneng, yang terdiri dari beberapa imam masjid, imam mushola juga tokoh masyarakat di desa Mulyosri. Ketua grup Jamjaneng yang diberi nama Grup Jamjaneng Al Ikhlas dipilih Drs Slamet Sugiharto, M.Pd.
Ketua DKD Kebumen dalam sambutannya mengingatkan bahwa jamjaneng merupakan kesenian islami asli Kebumen yang harus dilestarikan, sehingga DKD memberikan apresiasi yang tinggi dan ucapan terima kasih, pada seluruh pihak yang turut berperan didalam upaya menghidupkan kembali kesenian jamjaneng di desa Mulyosri Prembun.
Muhroji (75 th) yang saat sekarang bertindak sebagai dalang Jamjaneng desa Mulyosri, menyambut acara pada Sabtu malam tersebut dengan sangat bahagia. Dengan diliputi wajah bahagia dan haru Muhroji menuturkan keberadaan kesenian tersebut. Menurutnya bahwa kesenian jamjaneng di desa Mulyosri telah ada sejak tahun 1935, tetapi sejak 35 tahun yang lalu kesenian jamjanen di Mulyosri berhenti berkegiatan, hal tersebut disebabkan peralatannya rusak dan tidak mempunyai biaya untuk memperbaiki, beberapa peralatannya tersebut kemudian mangkrak tersimpan di rumah sesepuh desa.
Hingga saat ini beberapa pemain inti dari grup jamjaneng tersebut sudah banyak yang meninggal dunia, dan saat sekarang hanya tinggal tersisa enam orang, itupun keadaannya sudah renta.
Slamet Sugiharto, selaku tokoh masyarakat di desa Mulyosri, menceritakan keadaan yang memprihatinkan pada kelompok kesenian tersebut pada Pekik Sat Siswonirmolo. Dan oleh Pekik, ia didorong untuk membantu menghidupkan kembali kesenian tersebut. Kemudian Slamet Sugiharto berinisiatip mengajak PJ Kepala desa Sutijo, untuk menghidupkan kembali kesenian jamjaneng tersebut. Atas kesepakatan dengan PJ Kepala desa, akhirnya beberapa peralatan yang rusak  diperbaiki, dan dibentuk kepengurusan sebagai upaya tindak lanjut menghidupkan kembali kesenian tersebut.
Slamet Sugiharto menjelaskan bahwa apa yang dilakukan merupakan upaya nyata untuk turut nguri-uri kesenian tradisional jamjaneng, Ia berharap nantinya akan ada regenerasi pemain jamjaneng di Mulyosri, dan keberadaan kesenian jamjaneng tersebut akan dapat turut berperan didalam memajukan pembangunan spiritual di desa Mulyosri Prembun.

MENGENAL BAMBANG BE SUSILOHADI



SUTRADARA PAGELARAN DRAMA TARI KOLOPAKING WISUDHO DI TMII
Pagelaran duta kesenian kabupaten Kebumen di Anjungan Jawa Tengah dengan lakon Kolopaking Wisudho, pada 30 April nanti, adalah merupakan pagelaran dramatari garapan sutradara Bambang Eko Susilohadi, S.Pd, yang akrab disapa Bambang BE atau bahkan ada beberapa teman sejawat cukup memanggilnya dengan BE saja.
Disela-sela latihan persiapan pementasan tersebut Pria kelahiran Karangsari, Sruweng, Kebumen tahun 1962, atau 55 tahun yang lalu, menceritakan proses kreatifnya pada dunia kesenian di Kebumen.
Kegiatan berkesenian BE, sudah dimulai dengan menjadi penari Bambangan Cakil, sebagai tokoh wayang Cakil, atas bimbingan bapaknya Suwignyo Hadi yang dalang wayang orang, yang pada saat itu menjadi guru di Sekolah Tehnik (ST) 2 Karanganyar, yang pensiun sebagai guru STM Kebumen di Gombong. Ketika itu BE masih duduk di kelas 4 Sekolah Dasar tahun 1975. BE sempat melanjutkan sekolah di STSI Surakarta meskipun tidak selesai, dan pendidikan S1 nya didapat dari Pendidikan Bimbingan Konseling di IKIP PGRI Semarang.
Bambang BE berkeinginan masyarakat lebih mencintai kesenian asli Kebumen dan  berharap ada estafet regenerasi dari generasi  tua  ke generasi muda, agar pelestarian tetap terjaga. Ketika generasi muda mengenal dan memahami kesenian sendiri, yang pada akhirnya akan terbentuk karakter yang baik pada generasi muda.
Sampai saat ini Bambang BE yang bekerja di bidang PDK seksi  Kebudayaan Dinas Pendidikan Kebumen ini telah terlibat di berbagai aktifitas kesenian tradisional di Kebumen. Baik dari garapan Tari, Gendingan atau Karawitan, Kethoprak,  Wayang Kulit, Jemblung , Jamjaneng maupun Calung.  Aktifitasnya di berbagai seni tradisional itu semata-mata mengikuti kemauan masyarakat sekitar yang akan berlatih. Seandainya ternyata  ia belum bisa pun, Bambang BE akan terus berusaha belajar untuk bisa, entah dengan bagaimanapun caranya.
BE telah mencoba menggabungang antara wayangan dengan iringan Jamjaneng, juga menggabungkan antara gaya Ebleg selatan jalan raya dan gaya Ebleg sebelah utara jalan raya  menjadi satu gaya, yang kemudian menjadi Ebleg Kebumenan.
Menurut Bambang BE, jika garapan gending karawitan di Kebumen yang memiliki notasi gending tersendiri, mau berdasarkan dari pengembangan kesenian asli Kebumen yaitu seni Jamjaneng, maka Kebumen akan sugih gending karawitan, Kebumen akan memiliki ribuan garapan gending,  bahkan  lebih banyak dari pada Solo.
Tari gubahan BE, yang berdasar dari kesenian Tradisional Cepetan, yang di beri judul Tari Kekayon,   pernah menjadi bahan penelitian mahasiswa dari STSI Solo dalam rangka penyusunan skipsi untuk meraih gelar sarjana.
Ketika Benteng Van Der Wijck Gombong mendapat kunjungan tamu para jurnalis dan awak media dari ibukota, BE sempat menyuguhkan garapan seni yang merupakan gabungang antara Jamjaneng, Calung dan Lenggeran.
BE Susilohadi yang juga sebagai anggota pleno Dewan Kesenian Kebumen, mengungkapkan rasa keprihatinannya terhadap keberadaan DKD Kebumen. Menurutnya keberadaan DKD Kebumen sebenarnya akan dapat semakin memajukan perkembangan kesenian di Kabupaten Kebumen, hanya sayangnya DKD Kebumen memiliki banyak keterbatasan baik pada fasilitas maupun anggaran, sehingga DKD tidak dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal. BE berharap Pemerintah Daerah Kebumen dapat memberi dukungan baik fasilitas maupun segi pendanaan, sehingga DKD Kebumen dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara maksimal. Sebab bila DKD tidak memiliki dukungan dana, maka akan menjadi seperti macan yang tidak punya gigi atau macan ompong. Meskipun ia mengakui ada beberapa kegiatan DKD yang dapat dilaksanakan dengan minim anggaran.
BE mengingatkan bahwa di Kabupaten Kebumen sebenarnya memiliki potensi kesenian yang luar biasa tebukti sering menjadi juara baik tingkat  propinsi maupun nasional . Setidaknya telah 2 kali berturut-turut menjadi juara 1 dan 1 kali menjadi juara 3 pada Festival Olah Raga Tradisional tingkat Jawa Tengah. Potensi kesenian di Kebumen membutuhkan perhatian dan penanganan yang sebaik-baiknya dari Pemerintah bersama-sama dengan masyarakat, agar potensi kesenian tersebut dapat memberikan manfaat, baik secara sosial budaya maupun secara ekonomi bagi masyarakt Kebumen, sehingga kesenian dapat turut serta berpartisipasi pada program-program pemerintah, utamanya dalam program pengentasan kemiskinan di Kebumen